Kelola 20 Juta Hektar Wilayah Konservasi Laut, Arsitektur Pesisir Diperlukan

445

JAKARTA, NMN-Pada penyelenggaraan Our Ocean Conference (OOC) 2018 beberapa waktu lalu, Indonesia telah menyatakan keberhasilannya dalam mempercepat penetapan wilayah konservasi laut yang baru seluas 20 juta hektar. Kebijakan terkait penetapan 20 juta hektar wilayah konservasi baru merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam mendorong pelestarian laut.

Seharusnya target penetapan kawasan konservasi laut 20 juta hektar ini merupakan target yang dicanangkan tercapai pada 2020. Namun pemerintah telah berhasil mempercepat penetapan wilayah konservasi baru. Hal ini membuktikan betapa peduli Indonesia terhadap pelestarian laut demi generasi selanjutnya di masa depan

Sekretaris II Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Theresia Asri Purnomo memaparkan konservasi 20 juta hektar yang telah dicapai pemerintah tentunya perlu diimbangi dengan penataan ruang yang benar-benar memberikan dampak berkelanjutan terhadap wilayah konservasi baru, khususnya wilayah pesisir.

“Ternyata, apapun yang kita lakukan di darat, akan sangat berpengaruh di laut, seperti butterfly effect, akhirnya balik lagi ke kita, seperti banjir yang akhirnya menjamah daratan yang asal usulnya kesalahan kita juga di darat,” kata Theresia.

Menurutnya, kerusakan fisik habitat ekosistem wilayah pesisir di Indonesia umumnya terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Tingkat pencemaran di beberapa kawasan pesisir dan lautan di Indonesia pada saat ini telah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Kawasan yang termasuk dalam katagori dengan tingkat pencemaran tinggi salah satunya adalah kawasan pesisir di DKI Jakarta.

Tingkat kepadatan penduduk dan intensitas pembangunan yang tinggi di wilayah pesisir menjadikan wilayah ini mengalami tekanan lingkungan (environmental stresses) yang tinggi pula. Selain dampak lingkungan yang berasal dari kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, wilayah ini juga menerima dampak kiriman dan berbagai kegiatan manusia di perkotaan.

Theresia menambahkan, pembangunan kawasan pesisir tentunya perlu didukung oleh sumberdaya yang dapat memahami tata kelola wilayah pesisir.

“Nah..kita kan negara maritim, tetapi sekolah-sekolah arsitek kita tidak mengajarkan tentang bagaimana kita membangun di pesisir, jadi lebih banyak pendidikan itu yang memberikan pengetahuan tentang internasional style yakni bagaimana membangun pada umumnya, yakni di daratan,” kata Theresia.

Dituturkannya, seharusnya Indonesia sudah harus mulai mengembangkan riset-riset tentang bangunan maritim. IAI nanti pada pertengahan Desember akan mengadakan festival arsitektur, tentunya kami membahas tentang laut juga, bagaimana kita arsitek pesisir seharusnya, bagaimana membangun kota di laut, ini akan dibahas nanti di festival arsitektur.

“Banyak kota di dunia melakukan pengurukan, reklamasi untuk mendapatkan area baru, ya..namanya kota, tentunya lama-lama akan penuh populasinya. Tidak bisa berkembang kesamping, vertikal juga penuh, lama-lama ke tepi, ke laut. Begitu ke laut, karena kita tidak memiliki pengetahuan yang cukup bagaimana seharusnya membangun yang baik di laut, akhirnya dengan pengetahuan kita yang terbatas maka dilakukanlah reklamasi,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here