JAKARTA, NMN – Implementasi kebijakan perikanan berbasis kuota dirancang sebagai perangkat kunci memberantas praktik illegal fishing, yakni praktik perikanan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak mengikuti aturan.
Perikanan berbasis kuota juga mendorong pengelolaan perikanan berkelanjutan, mengatasi isu-isu terkait pengumpulan data dan ketertelusuran ikan, serta optimalisasi pelabuhan-pelabuhan perikanan di Indonesia.
Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat didaulat menyampaikan pidato kunci pada acara High-level Dialogue (HLD) on Driving Ocean and Investment in Climate Action dengan tema The Role of Ocean for Climate and Biodiversity yang diselenggarakan secara hybrid di Paviliun Indonesia, Scottish Event Campus (SEC), Glasgow, pada Selasa (2/11) waktu setempat.
Trenggono menambahkan, penerapan secara penuh kebijakan berbasis kuota dapat meningkatkan produktivitas dan berkontribusi pada pencapaian strategi net-zero emissions dan updated national determined contribution (NDC).
Menurutnya, semakin efektif dan efisien pemanfaatan sumber daya dan energi dalam kegiatan penangkapan ikan berkelanjutan, akan meningkatkan kapasitas adaptasi dan ketahanan iklim kita.
“Saya percaya kita mampu mengoptimalkan potensi Ekonomi Biru, dan pada saat yang sama menjaga keberlanjutan ekosistem untuk Indonesia yang makmur,” kata Trenggono.
Ia memaparkan, Indonesia segera menerapkan kebijakan perikanan berbasis kuota di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Kebijakan ini diambil untuk memastikan kepentingan ekologi terlindungi, dan manfaat ekonomi dapat diwujudkan secara optimal.
“Kebijakan perikanan berbasis kuota dibangun berdasarkan pertimbangan ekologi dan ekonomi,” tegas Menteri KKP.
Sebagai contoh, lanjut Trenggono, negara-negara di Uni Eropa, Islandia, Kanada, Selandia Baru dan Australia telah menerapkan sistem kuota untuk memastikan keberlanjutan sektor perikanan tangkap mereka.
“Bahkan, Tiongkok akan menerapkan secara penuh sistem kuota dengan berbagai pembatasan sebagai bagian dari kebijakan (kuota) untuk memastikan komoditas (perikanan) lestari, dan lingkungan sehat untuk perikanan,” jelasnya.
Penerapan kebijakan penangkapan berbasis kuota akan dilengkapi dengan teknologi pemantauan terpadu. Teknologi ini berperan untuk memantau kepatuhan pelaku perikanan tangkap terhadap pengaturan, baik di area penangkapan, jumlah ikan yang boleh ditangkap berdasarkan kuota volume produksi, jenis alat tangkap, pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/pembongkaran ikan, maupun penggunaan anak buah kapal lokal.
“Kami menyiapkan sistem teknologi berbasis satelit terpadu yang akan digunakan sebagai sistem utama untuk surveilans operasi penangkapan ikan,” tambahnya.
Melalui kebijakan penangkapan berbasis kuota, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membagi WPPNRI dalam 3 (tiga) zona. Pertama, zona industri yang terbagi kuota penangkapannya untuk pelaku usaha perikanan (industri), nelayan tradisional, serta kuota hobi. Kedua, zona terbatas dan pemijahan, serta ketiga zona nelayan lokal yang pelaksanaannya tanpa kuota penangkapan.
“Sejauh ini melihat kemajuan dalam formulasi dan penerapan kebijakan (kuota) saya meyakini kebijakan perikanan berbasis kuota akan menghasilkan multiplier effect untuk pembangunan nasional, termasuk mendukung ketahanan pangan,” jelasnya.