Angkutan Kapal Ternak Hindarkan Potensi PMK

231
Foto: Humas Laut

JAKARTA, NMN – Pengangkutan dengan kapal ternak dapat menjamin terpeliharanya kondisi kesehatan, kesejahteraan dan bobot hidup ternak sampai ke pelabuhan tujuan dengan melakukan kegiatan pemeliharaan ternak selama pelayaran dan memastikan lingkungan kandang, sirkulasi udara, sistem pembuangan kotoran dalam kondisi baik.

“Muatan ternak sapi yang diangkut dengan kapal angkutan khusus ternak sudah melalui tahapan karantina selama 14 hari di pelabuhan muat, dan sudah mendapatkan Sertifikat Kesehatan Hewan (SKH) yg dikeluarkan oleh Badan Karantina Daerah. Dengan demikian hewan ternak yg diangkut benar-benar sehat dan bebas dari wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK),” kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Hendri Ginting, Kamis (25/8).

Oleh karena itulah, Capt. Ginting menegaskan bahwa jalur tol laut adalah sarana yang relatif aman untuk menghindari potensi hewan kurban tertular penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Dijelaskannya, sejak diluncurkan pada tahun 2015, program Tol Laut dan Angkutan Laut Khusus Ternak terus mengalami peningkatan dan perkembangan, baik dari segi trayek, jumlah muatan, maupun kapasitas.

Hal ini, menurut Capt. Ginting disebabkan karena semakin meningkatnya kebutuhan pangan di dalam negeri, yang mana salah satunya adalah kebutuhan akan daging, maka sudah sepatutnyalah pemerintah menyelenggarakan angkutan khusus ternak di dalam negeri.

Kapal khusus angkutan ternak sendiri, jelas Capt. Ginting merupakan salah satu sub sistem dari sistem angkutan laut nasional, diselenggarakan oleh Pemerintah, dengan memberikan subsidi operasi kepada armada kapal khusus angkutan ternak dari dana APBN, yang disalurkan pada setiap tahun anggaran melalui DIPA.

“Program tersebut selaras dengan prioritas percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia,” terang Capt. Ginting.

Adapun latar belakang timbulnya kapal khusus angkutan ternak, jelas Capt. Ginting merupakan konsekuensi logis dari keadaan geografis Indonesia, dengan segala kaitannya antara lain beragamnya tingkat kebutuhan dan kemampuan produksi hasil ternak masyarakat yang disebabkan oleh kondisi geografis tersebut.

Selain itu, tingkat distribusi ternak di Indonesia masih termasuk kurang, dikarenakan keterbatasan kemampuan armada angkutan laut nasional dalam negeri (belum tersedia kapal khusus pengangkut ternak).

“Di Indonesia, pengangkutan ternak masih dominan menggunakan kapal barang, sehingga tidak memperhatikan faktor kesejahteraan hewan,” katanya.

Selain itu, biaya transportasi untuk mengangkut ternak dengan menggunakan kapal kargo cukup tinggi, sehingga prosentase biaya transportasi melebihi prosentase keuntungan pedagang.

“Oleh karena itulah, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengupayakan pengembangan kapal khusus angkutan ternak secara bertahap dan terencana mencakup wilayah sentra lumbung ternak sapi terbesar di Indonesia ke seluruh nusantara,” ungkap Capt. Ginting.

Capt. Ginting beranggapan, terselenggaranya pengangkutan ternak dengan jadwal tetap dan teratur dapat membantu peternak sapi dalam hal kepastian waktu sehingga dapat mempersiapkan dan mengirimkan ternak hasil produksinya ke daerah konsumen.

Lebih lanjut, Capt. Ginting menyatakan pihaknya terus berupaya untuk terus meningkatkan potensi kapal ternak pada tahun 2022, salah satunya dengan melaksanakan sinkronisasi supply-demand ternak antar Daerah, berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk mendapatkan informasi penetapan, serta menerapkan Aplikasi Terintegrasi antara Sale-Buy Ternak dengan Aplikasi Sitolaut Ternak dan meningkatkan Informasi Layanan Angkutan Khusus Ternak.

“Selain itu, kami juga terus berupaya untuk mengoptimalisasi muatan balik, berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, serta stakeholder terkait,” ujarnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here