KKP Proses Hukum Pelaku Penambangan Pasir Laut di Pulau Rupat Riau

161

JAKARTA, NMN – Izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dilakukan secara ketat, khususnya bagi aktivitas berisiko tinggi. Langkah itu dimaksudkan untuk menjaga kesehatan laut, mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ekonomi dan ekologi sesuai dengan prinsip ekonomi biru dimana ekologi harus menjadi panglimanya.

Sebagaimana diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melakukan penghentian kegiatan penambangan pasir yang meresahkan masyarakat di wilayah perairan Pulau Rupat, Provinsi Riau pada 13 Februari 2022. Polsus PWP3K yang didukung oleh KP. Hiu 01 juga terus melakukan pemeriksaan terhadap awak kapal KM. KNB 6 yang saat ini telah di ad hoc ke Satwas SDKP Dumai.

Terkait hal tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan akan memproses hukum perusahaan yang melakukan penambangan pasir di perairan Pulau Rupat, Provinsi Riau. Selain dilihatb dari aspek legalitas, praktik penambangan pasir tersebut diduga menimbulkan kerusakan pesisir.

Beberapa ketentuan terkait pelanggaran yang dilakukan tersebut di antaranya terkait dugaan kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak dilengkapi PKKPRL dan diduga menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 101 ayat (3), Pasal 188, Pasal 195, dan Pasal 196 PP Nomor 21 Tahun 2021, selain itu juga akan dilaksanakan penyelidikan lebih lanjut untuk menemukan unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf i juncto Pasal 73 ayat (1) huruf d UU Nomor 27 Tahun 2007. Tidak terbatas dengan sanksi pidana, terhadap dugaan kerusakan dan/atau kerugian yang terjadi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juga mengatur proses ganti kerugian melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan.

“Terhadap temuan pelanggaran ini, kami akan proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin selaku irektur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada Konferensi Pers dengan awak media di Dumai, Riau pada Senin (14/2).

Adin menjelaskan bahwa proses pengungkapan kasus pelanggaran ini sendiri telah berjalan dengan melibatkan berbagai instansi terkait, mulai dari adanya pengaduan masyarakat kepada jajaran Kepolisian Daerah Riau, proses verifikasi yang juga melibatkan Pemerintah Daerah dan juga WALHI sampai dengan intercept yang dilakukan Ditjen PSDKP.

Hasilnya merujuk pada kesimpulan bahwa kegiatan penambangan tersebut tidak dilengkapi dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), dan diduga menimbulkan abrasi yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan juga kerusakan padang lamun sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat khususnya nelayan.

“Salah satu hal yang menjadi pertimbangan penting kami adalah dampak kegiatan ini terhadap kawasan pesisir dan nelayan. Apalagi Pulau Rupat ini termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT),” ujar Adin.

Lebih lanjut Adin memastikan bahwa Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PWP3K) akan bekerja untuk memproses pelanggaran yang dilakukan oleh PT. LMU sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Kami masih melihat opsi-opsi yang mungkin akan didorong, yang jelas Undang-Undang memberikan ruang baik melalui pidana, sanksi administrasi maupun penyelesaian sengketa di luar pengadilan,” jelas Adin.

Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Pamuji Lestari menyampaikan bahwa Pulau Rupat ini merupakan salah satu Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017, dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 pemanfaatan PPKT dibatasi hanya untuk pertahanan keamanan, kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here