Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan berkomitmen penuh dalam pengelolaan karbon biru melalui penurunan emisi, peningkatan ekonomi dan pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia tahun 2030. Hal ini disampaikan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manoppo dalam keterangan tertulisnya.
“KKP memegang dua mandat penting dalam pengendalian perubahan iklim yakni sebagai penanggung jawab isu laut dan iklim (ocean and climate) di Indonesia untuk konvensi perubahan iklim, serta pelaksana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kelautan,” ungkap Victor saat membuka workshop Strategi Blue Carbon Indonesia untuk Pencapaian Target Nationally Determined Contribution (NDC) dan Implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang diselenggarakan di Jakarta pada Selasa, (24/1/2022).
Victor juga menjelaskan, KKP berupaya memasukkan sektor karbon biru (kelautan) dalam dokumen NDC ke-2 pada tahun 2025 dan implementasi NEK untuk karbon biru, khususnya lamun. Tak hanya itu, melalui kerja sama dengan UNDP Indonesia, KKP juga telah merancang aksi mitigasi perubahan iklim sektor kelautan untuk mendukung pencapaian target NDC Indonesia, salah satunya adalah ekosistem karbon biru.
“Indonesia punya 3,36 juta hektare mangrove. Hasil hitungan awal, ekosistem mangrove dapat menyerap 11 miliar ton karbon dengan perkiraan nilai moneter USD66 miliar. Lamun saat ini belum terlalu diperhatikan. Kalau melihat luas yang mencapai 1,8 juta hektare, lamun punya kemampuan menyerap 790 juta ton karbon dengan nilai moneter mencapai USD35 miliar,” terangnya.
Tahun 2022, total potensi penyerapan karbon di ekosistem pesisir Indonesia diperkirakan mencapai 3,4 GT (gigaton). Jumlah yang sangat besar ini kira-kira sebesar 17 persen dari total karbon biru dunia.
Strategi dan aksi yang diimplementasikan KKP dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi penguatan regulasi perlindungan kawasan cadangan karbon biru, pengalokasian ruang untuk mempertahankan atau meningkatkan cadangan karbon biru, peningkatan kualitas kawasan cadangan karbon biru serta penguatan sinergi pengelolaan karbon biru di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sejumlah tantangan untuk meningkatkan kontribusi karbon biru menurut Victor juga dihadapi, diantaranya ketersediaan data yang valid, metodologi yang diakui serta perlunya dukungan berbagai pihak dalam penyusunan kerangka ekonomi, pembiayaan dan tata kelola karbon biru.
Sejalan dengan itu, di kesempatan yang sama Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dewanthi menerangkan bahwa sektor kelautan dalam perubahan iklim global berperan penting dan masuk menjadi salah satu keputusan dalam COP27 : Sharm El Sheik Implementation Plan yakni mendorong para pihak untuk mempertimbangkan tindakan berbasis laut dalam pencapaian tujuan iklim nasional serta memutuskan melanjutkan dialog laut dan iklim (ocean and climate change dialogue) di tahun 2023.
Tindakan berbasis laut melalui optimalisasi karbon biru dari ekosistem mangrove, lamun dan rawa payau untuk pengendalian perubahan iklim menurutnya penting untuk dilakukan mengingat keberadaaanya yang tak hanya berperan dalam peningkatan ketahanan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, namun ekosistem ini juga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca 4-5 kali lebih besar dibanding ekosistem darat.
Sementara itu, United Nations Development Programme (UNDP) Resident Representative, Norimasa Shimomura mengapresiasi keseriusan KKP dalam penyiapan karbon biru.
“Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang berkomitmen untuk menyiapkan karbon biru dalam NDC dan menggunakan penetapan harga karbon sebagai instrumen keuangan. UNDP merasa terhormat menjadi bagian dari perjalanan penting ini,” pungkasnya.
KKP dan UNDP saat ini fokus untuk membangun kerja sama untuk pengelolaan karbon biru yang meliputi penyusunan profil emisi karbon biru, penyusunan sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) untuk kegiatan reduksi emisi dan serapan karbon serta penyusunan strategi implementasi NEK untuk karbon biru. Aksi tersebut juga didukung dengan penguatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) sektor kelautan dan perikanan serta penyiapan dashboard karbon biru yang akan terkoneksi dengan Sistem Registri Nasional – Pengendalian Perubahan Iklim.
Selain dengan UNDP dan KLHK, kegiatan ini juga menggandeng berbagai instansi terkait di antaranya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Institut Pertanian Bogor, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) serta Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.