JAKARTA, NMN-Automatic Identification System (AIS) dirancang sebagai platform keamanan bagi kapal agar terhindar dari tabrakan di laut. Sistem itu menampilkan secara cukup akurat antara lain identitas kapal, lokasi, kecepatan, hingga arah tujuan kapal.
Tak hanya bidang pelayaran dan ataupun logistik, AIS pun digunakan dalam bidang perikanan. Perlu diketahui bahwa Indonesia menjadi negara pertama yang mengadopsi teknologi pemantauan kapal perikanan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang bisa diakses publik secara bebas. Teknologi tersebut hasil kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Google, Oceana, dan Sky Truth.
Langkah tersebut merupakan terobosan baru bagi Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendorong kebijakan penegakan hukum secara global guna membebaskan perairan Indonesia dari praktek penangkapan ikan secara illegal. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa telah terjadi banyak kerugian negara akibat pencurian ikan di laut Indonesia.
AIS Untuk Keselamatan Nelayan
Selain itu, teknologi AIS di Indonesia tengah dikembangkan oleh pemerintah Indonesia yakni Wakatobi AIS. Wakatobi AIS merupakan singkatan dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS (Automatic Identification System) ini adalah teknologi yang dikembangkan oleh peneliti dan perekayasa di Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi.
Menggunakan teknologi radar pantai, mereka merekayasa AIS transponder yang dikembangkan secara khusus untuk kepentingan keselamatan nelayan tradisional.
Pasalnya, tak jarang ditemukan nelayan yang hilang atau terdampar saat melaut. Seperti kasus Aldi, seorang nelayan Minahasa Utara yang hanyut dan terombang-ambing selama 1,5 bulan hingga di Perairan Laut Jepang. Di Wakatobi sendiri pun tak jarang kejadian nelayan hilang bahkan hampir setiap bulan.
Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut.
Pertama, kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan. Kedua, perlunya peningkatan keterpantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi SDA yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data penting dalam proses rescue saat para nelayan mengalami musibah di laut. Dan ketiga, sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut, sehingga tertundanya upaya penyelamatan.
Lebih lanjut, dengan pemanfaatan teknologi AIS ini nelayan juga bisa secara aktif memberikan kabar darurat ke seluruh perangkat penerima AIS lainnya. Dengan menekan tombol distress maka perangkat akan melakukan broadcast pesan AIS selama selang waktu tertentu untuk memastikan pesan teks tersebut dapat terkirim dengan sempurna. Teks pesan darurat bisa berupa kode bahaya, identitas yang meliputi nama kapal, pelabuhan asal, dan nomor telepon yang bisa dihubungi, dan atau informasi lain yang sebelumnya diprogram ke dalam perangkat.
Wakatobi AIS juga dirancang untuk dapat terkoneksi ke sistem pemantauan lalulintas kapal (Vessel Traffic System/VTS) yang biasa terdapat pada pelabuhan-pelabuhan dan otoritas pelayaran.
Tak hanya itu, alat ini juga dapat terbaca oleh perangkat AIS pada kapal non perikanan sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kapal nelayan akibat kapal besar sekaligus meningkatkan jangkauan penggunaan alat kendati alat ini dioperasikan diluar dari jangkauan stasiun darat seperti VTS.
Dengan mualai digencarkannya pemanfaatan AIS untuk nelayan, diharapkan kecelakaan laut yang sering terjadi di seluruh Indonesia seperti kapal hanyut, nelayan hilang, atau kapal tenggelam yang kerap dialami oleh nelayan dapat dihindari.