26 Desember 2004 menjadi hari paling kelam sepanjang sejarah Indonesia. Tsunami maha dahsyat yang merenggut ratusan ribu nyawa manusia dan menghancurkan ribuan bangunan dengan cepat menghantam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan beberapa wilayah di sekitarnya. Kini, peristiwa mengerikan tersebut telah diabadikan dalam Museum Tsunami.
Gelombang tsunami setinggi 10 meter menerjang sesaat setelah gempa berkekuatan 9,3 skala richter mengguncang Aceh pada Minggu, 26 Desember 2004, pukul 07.58 WIB. Gempa yang berpusat di perairan sebelah barat Sumatera Utara dengan kedalaman hingga 10 kilometer ini tidak hanya mengguncang Indonesia tapi juga beberapa negara lain seperti Thailand, Sri Lanka dan Malaysia. Indonesia menjadi negara yang paling menderita akibat bencana alam tersebut dengan lebih dari 126 ribu korban jiwa dan berbagai infrastruktur rusak parah.
Tidak ingin terlalu lama berkubang dalam kesedihan, Aceh pun segera bangkit. Sambil menata ulang wilayah yang terdampak tsunami dan mengobati trauma para korban, Aceh juga membangun sebuah museum besar bernama Museum Tsunami. Selain bertujuan sebagai monumen tsunami Aceh, museum yang resmi dibuka untuk umum pada 8 Mei 2011 di Banda Aceh, ibukota Provinsi NAD, ini juga difungsikan sebagai pusat pendidikan gempa dan tsunami serta lokasi evakuasi jika tsunami kembali menghantam.
Museum Tsunami memiliki 4 lantai dengan total luas bangunan 2.500 meter persegi. Berbeda dengan bentuk bangunan pada umumnya, museum ini dibangun dengan dinding melengkung menyerupai pusaran air yang diselimuti relief geometris. Arsitektur bangunan yang unik ini merupakan hasil karya M. Ridwal Kamil, seorang arsitek dan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kini menjabat sebagai Wali Kota Bandung periode 2013-2018. Ketika dibuka untuk umum, museum yang menelan biaya pembangunan hingga 140 miliar rupiah ini memiliki 55 koleksi yang terdiri dari 26 foto bencana tsunami Aceh, 22 unit alat peraga dan 7 unit maket.
Ketika anda memasuki museum ini, anda harus berjalan melalui Ruang Ketakutan (Space of Fear) berupa lorong sempit dan gelap sepanjang 30 meter. Dinding lorong setinggi 19-23 meter dialiri air lengkap dengan suara gemuruh air yang bertujuan menciptakan kembali suasana tsunami di kala itu. Jika anda memiliki trauma tsunami, takut tempat gelap, menggunakan kursi roda, lansia dan memiliki penyakit jantung, anda tidak diizinkan masuk melalui lantai 1 ini. Petugas akan langsung mengarahkan anda menuju tangga ke lantai 2.
Bagi anda yang berhasil menerobos lorong tersebut, anda akan tiba di Ruang Kenangan (Memorial Hall). Anda dapat mengakses informasi terkait tsunami Aceh melalui 26 monitor yang terpasang di ruangan ini. Monitor tersebut menampilkan 40 foto korban dan kerusakan yang diakibatkan oleh tsunami. Setelah melalui Ruang Kenangan, anda akan tiba di sebuah aula bernama Ruang Kesedihan (Space of Sorrow). Ketika menginjakkan kaki di ruangan ini, perasaan sedih pun langsung memerangkap hati anda karena dinding ruangan ini bertuliskan sekitar 2.000 nama korban jiwa dari peristiwa tsunami Aceh.
Keluar dari Ruang Kesedihan, anda akan memasuki Ruang Kebingungan (Space of Confusion) berupa lorong dengan lantai berkelok yang menggambarkan kebingungan dan keresahan warga Aceh yang tetimpa bencana. Di ujung lorong terdapat sebuah ruangan beratapkan kaca dan bermandikan cahaya matahari bernama Jembatan Harapan (Bridge of Hope). Di langit-langit ruangan ini terdapat 54 bendera negara asing yang membantu pemulihan Aceh setelah tsunami.
Selain ruang yang digunakan untuk menciptakan kembali suasana tsunami Aceh, museum ini juga memiliki ruang 4 dimensi bernama Tsunami Exhibition Room di lantai 2 yang menampilkan keadaan Aceh sebelum, saat, dan sesudah tsunami. Bagi anda yang ingin mempelajari terbentuknya gempa dan tsunami, anda dapat menuju Ruang Geologi di lantai 3. Selain itu, di lantai ini juga terdapat musholla, tempat penjualan cinderamata dan perpustakaan. Lantai terakhir yaitu lantai 4 berfungsi sebagai tempat evakuasi sehingga hanya akan dibuka dalam kondisi darurat saja.
Tenang, anda tidak akan kesulitan menuju Museum Tsunami karena museum ini hanya berjarak 400 meter dari ikon kota Banda Aceh yaitu Masjid Raya Baiturrahman, tepatnya di Jalan Sultan Iskandar Muda. Anda dapat menggunakan alat transportasi umum khas Aceh bernama labi-labi atau alat transportasi lainnya untuk menuju museum. Museum Tsunami buka dari Senin hingga Minggu kecuali hari Jumat dengan jam operasional dari pukul 09.00 hingga 16.30. Anda tidak dikenakan biaya masuk alias gratis jadi tunggu apa lagi, sempatkan diri anda mengunjungi museum ini ketika berkunjung ke Aceh.
Tsunami Aceh membawa duka yang dalam tidak hanya bagi warga Aceh tapi juga seluruh Indonesia. Setelah berkunjung ke museum ini, semoga kita mampu memahami penderitaan yang dirasakan korban tsunami dan dapat menjadi orang yang lebih menghargai kehidupan dengan lebih memerhatikan lingkungan dan peduli kepada orang lain karena hanya dengan kepedulianlah kita dapat bangkit dari keterpurukan dan membangun kehidupan yang lebih baik.
Sumber: diolah dari berbagai sumber
Penulis: M. Hafiz Furqon