Optimasi Teknologi Informasi Wujudkan Transparansi Pelayanan Kepelabuhanan

192
Foto: NMN

JAKARTA, NMN – Pengembangan sistem digitaliasi pelabuhan baik perizinan maupun layanan kepelabuhanan tidak lain adalah untuk menata ekosistem logistik nasional.

Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional, Kementerian/Lembaga terkait harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas dan fungsi secara terkoordinasi dan terintegrasi untuk melaksanakan penataan tersebut.

Penataan yang dilakukan yaitu melalui kolaborasi K/L terkait melalui National Logistic Ecosystem (NLE) yang didukung oleh platform yang menghubungkan proses logistik end-to-end yang memungkinkan proses logistik nasional yang efisien. NLE akan berkolaborasi dengan sistem logistik yang telah ada dan berintegrasi dengan fase logistik yang belum didukung sistem logistik.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat mengatakan, melalui penataan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, dan meningkatkan daya saing perkenomian nasional. “Digitalisasi logistik telah menjadi keharusan di dalam era industri 4.0. Penataan ekosistem logistik nasional ini identik dengan digitaliasi,” jelas Menhub.

Adapun beberapa capaian program NLE di sektor perhubungan laut pada tahun 2020 antara lain uji coba Soft System Methodology (SSM) pengangkutan, penerapan Ship to Ship – Floating Storage Unit (STS-FSU) dan SSM Perizinan Tahap I, penebusan DO dan pengeluaran SP2 melalui platform pemerintah dan shipping, uji coba kolaborasi pergudangan, identifikasi awal proses bisnis depo kontainer di Jakarta dan Surabaya, serta penerapan perizinan STS dan Floating Storage Unit (FSU).

Sementara target program penataan Ekosistem Logistik Nasional selama tahun 2021-2024 di sektor perhubungan laut antara lain meliputi : perluasan SSM Perizinan secara nasional dan pengembangan tahap 2, pengiriman semua DO yang diterbitkan oleh shipping dan semua SP2 yang diterbitkan oleh terminal petikemas ke NLE, penerapan kolaborasi platform pergudangan, penataan area Pelabuhan Tanjung Priok, penataan area Batu Ampar dan Kabil, penerapan SSM pengangkut dan pengembangan penerapan warehousing.

“Implementasi era ekosistem logistik memiliki banyak manfaat, antara lain dapat menurunkan biaya logistik, sharing kapasitas logistik, menumbuhkan ekonomi digital, meningkatkan transparansi layanan, sistem antar K/L terhubung, mengurangi mata rantai logistik, tidak adanya duplikasi dan repetisi, serta menghilangkan proses manual,” ujar Menhub.

Kemenhub terus melakukan pengembangan digitalisasi perizinan dan layanan kepelabuhanan seperti : Aplikasi Simlala (digitalisasi perizinan), Inaportnet (digitalisasi pelayanan pelabuhan), aplikasi Sitolaut (tracking distribusi barang dan ternak di area 3TP), dan dashboard monitoring (transparansi dan efisiensi layanan kepelabuhanan).

Optimasi teknologi informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepelabuhanan menjadi lebih transparan, efisien, dan akuntabel. Pemerintah pun terus mendukung tumbuh kembang industri kepelabuhanan dan pelayaran di Indonesia, menyederhanakan proses perizinan agar lebih cepat, melakukan perbaikan sistem layanan dan kinerja di pelabuhan.

Kuantitas dan kualitas infrastruktur kepelabuhan di seluruh Indonesia uga terus ditingkatkan. Dengan peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelabuhan yang baik, diharapkan akan mampu mendongkrak pemasukan bagi perekonomian Indonesia.

Laporan World Bank 2016 mengungkapkan, rata-rata biaya logistik Indonesia selama tahun 2004-2011 mencapai 26,44% dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).

Dari total biaya logistik tersebut, komponen biaya angkutan memberikan kontribusi terbesar (12,04% dari PDB). Sedangkan komponen biaya administrasi memberikan kontribusi terendah (4,52% dari PDB), dan kontribusi persediaan berada di urutan menengah dengan 9,47% dari PDB.

“Itu artinya, komponen biaya logistik terhadap PDB nasional menunjukkan bahwa kinerja logistik Indonesia masih kurang menggairahkan, sehingga mempengaruhi kondisi perekonomian nasional,” kata Pemerhati Pelabuhan dan Pelayaran R. Fajar Bagoes Poetranto.

Bagoes menambahkan, Laporan Studi Roadmap Maritim 4.0 IPB menunjukkan bahwa biaya logistik yang tinggi terjadi akibat dari biaya transaksi yang muncul dari pelabuhan kontainer. Biaya transaksi tersebut meliputi biaya dokumen, fee administrasi untuk custom clearance dan technical control, fee untuk custom broker, charges untuk terminal handling, dan transportasi darat.”

Untuk itu, Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Laut menggelar sejumlah program demi menjawab permasalahan tersebut. Antara lain, program yang mengoptimalkan peningkatan sistem layanan angkutan laut dalam negeri melalui teknologi informasi, seperti sistem inaportnet dan layanan e-ticketing, mengembangkan sistem informasi pelabuhan, serta penguatan dan integrasi sistem informasi perhubungan laut.

Staf Ahli Menko Bidang Manajeman Konektivitas Kemenko Marves, Sahat Manaor Panggabean mengatakan bahwa digitalisasi pelabuhan perlu dilakukan sesegera mungkin. Selain untuk memangkas biaya logistik, digitalisasi pelabuhan menjadi hal yang penting untuk mengatasi praktik kecurangan di pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

“Potret pelabuhan di Indonesia memang kalau bicara digitalisasi dan modernisasi, ini adalah suatu upaya yang harus dilakukan sesegera mungkin agar posisi kita bisa lebih baik, atau paling tidak bisa sama dengan negara lain di Asia dan sekitarnya,” jelas Sahat beberaqpa waktu lalu..

Dengan diterapkannya modernisasi dan digitalisasi, menurut Sahat ini tentu akan memudahkan semua orang untuk memonitor baik dari sisi perizinan maupun pelayanan kepelabuhanan.

“Untuk itu kita mendorong pelabuhan-pelabuhan untuk melakukan modernisasi dan digitalisasi sehingga semua proses baik perizinan, aktifitas tracking dan tracing bisa dilakukan dengan baik,” katanya.

Selain itu, Sahat mengatakan secara global ada 3 simpul yang perlu dirapikan di pelabuhan. Pertama simpul aktifitas perkapalan sebelum masuk ke pelabuhan, yang kedua aktifitas di pelabuhan itu sendiri, yang ketiga aktifitas ketika barang keluar dari pelabuhan.

“Ketiga simpul ini harus kita rapikan dan harus terkoneksi secara online agar bisa dilakukan tracking dan tracing yang terintegrasi. Kalau sudah terintegrasi dengan baik saya yakin kita bisa meminimalisir ruang gerak mafia,” tutur SAM Sahat.

Terkait hal lain yang tidak kalah penting Sahat mengatakan adalah Sumber Daya Manusia (SDM). SAM Sahat mengingatkan untuk SDM pentingnya integritas yang harus dipegang teguh.

Kepala Badan Logistik dan Rantai Pasok KADIN, Akbar Djohan menyatakan bahwa praktik kecurangan di pelabuhan-pelabuhan Indonesia seperti pungli-pungli memang harus dituntaskan ini karena biaya pungli tersebut akan memperburuk kinerja dan juga akan menambah cost logistic yang ada di pelabuan itu sendiri.

Akbar menambahkan adanya mafia dikarenakan masih adanya ruang pertemuan face to face antara pihak yang berkepentingan dan regulator di dalam pelabuhan.

“Jadi ini sudah waktunya digitalisasi. Sekarang kita bersama-sama kementerian akan mempercepat proses digitalisasi kepelabuhanan melalui yang namanya NLE (National Logistic Ecosystem), disitu akan menjamin kepastian biaya, kepastian waiting time kapal di pelabuhan. Semuanya akan secara transparan nampak di dashboard,” kata Akbar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here