Jelang Nataru, Ditjen Hubla Beri Peringatan Soal Cuaca

1015

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) mengingatkan para nakhoda kapal agar memperhatikan faktor cuaca sebelum berangkat berlayar mengingat kondisi cuaca yang ekstrem menjelang pelaksanaan angkutan laut Natal 2017 dan Tahun Baru 2018.

“Kami terus mengingatkan adanya cuaca ekstrem yang akan terjadi dalam tujuh hari kedepan dengan mengeluarkan Maklumat Pelayaran No: 114/XII/Dn-17 tanggal 11 Desember 2017,” kata Marwansyah di Jakarta, Kamis (14/12).

Marwansyah menjelaskan, memasuki angkutan laut Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2018 yang dimulai pada tanggal 18 Desember 2017, seluruh Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Kepala Kantor Pelabuhan Batam, Kepala Kantor Unit Penyelenggaran Pelabuhan (UPP), dan Kepala Pangkalan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) serta Kepala Distrik Navigasi di seluruh Indonesia diminta untuk selalu mengutamakan keselamatan pelayaran.

“Berdasarkan hasil pemantauan Badan Meteorologi Kimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 10 Desember 2017, diperkirakan pada tanggal 10 Desember hingga 16 Desember 2017, cuaca ekstrem dengan tinggi gelombang 2,5 – 4 meter dan hujan lebat akan terjadi di perairan Laut Natuna Utara, Perairan Kepulauan Anambas, Perairan Kepulauan Talaud, laut Sulawesi Bagian Barat dan Tengah, Samudera Pasifik Utara Kepulauan Halmahera, Samudera Pasifik Utara Papua Barat dan Biak,” terang Marwansyah.

Untuk itu, sedini mungkin pihak terkait dalam hal ini Regulator dan Operator termasuk Nakhoda harus siap dan dapat mengantisipasi terjadinya cuaca ekstrem.

Lebih lanjut dikatakan Marwansyah, dalam mencegah terjadinya kecelakaan laut, agar para kepala UPT melakukan beberapa tindakan preventif.

Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui portal Badan Meterorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa dan menempelkannya di terminal penumpang.

“Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di wilayah yang akan dilayari benar-benar aman,” ujar Marwansyah.

Kepada operator kapal khususnya nakhoda, diminta untuk melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar untuk selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan SPB.

Lebih lanjut Marwansyah menyebutkan bahwa saat dalam pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam log book.

“Bila kapal mendadak menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakkan,” imbuh Marwansyah.

Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke Syahbandar dan SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas.

Tak hanya kepada nakhoda, Marwansyah juga menugaskan Kepala Pangkalan PLP dan Kepala Distrik Navigasi agar seluruh kapal patroli KPLP dan kapal negara Kenavigasian pada posisi siaga dan segera dilayarkan pada saat menerima informasi bahaya dan atau kecelakaan kapal.

“Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga agar memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan bila terjadi kecelakaan maka harus segera berkoordinasi dengan Kepala Pangkalan,” tutup Marwansyah.

Penulis : Ismadi Amrin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here