Risiko Bisnis Jadi Tantangan Pengembangan Pelabuhan

350

JAKARTA, NMN – Pengembangan pelabuhan di Indonesia memang menghadapi tantangan dari segi investasi dan geografis. Dari sisi investasi, diakui memang masih ada keterbatasan APBN serta kurangnya partisipasi swasta dalam investasi pelabuhan.

Dari sisi geografis, pengembangan pelabuhan terkendala karena ketergantungan pada transportasi laut. Kemudian, keterbatasan akses karena banyaknya daerah terpencil, perbedaan karakteristik wilayah, serta ketidakseimbangan pusat pertumbuhan.

Direktur Kepelabuhanan Subagyo, dalam Indonesia webinar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Badan Usaha Pelabuhan Indonesia (ABUPI), memaparkan sejumlah persoalan penting dalam tata kelola pelabuhan nasional.

Pertama, keterbatasan lahan dan infrastruktur. Kedua, keterbatasan integrasi (aksesibiltas dan konektivitas) perairan dan darat sekaligus mengaplikasikan integrase multiroda untuk kapasitas inputan dan distribusi barang dari dan kepelabuhan.

Ketiga, tingginya resiko bisnis. “Khususnya persoalan perijinan, kecendeerungan tumpang tindihnya Tersus/TUKS/Terminal Umum serta beban-beban biaya komersial,” kata Subagiyo.

Keempat, hubungan kerja anatara Badan Usaha Pelabuhan (BUP), Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) menjadi faktor penting kurang optimalnya kinerja dan produktivitas pelabuhan Indonesia.

“Terkahir, berbagai persoalan eksis jasa kepelabuhanan nasional menimbulkan tidak optimalnya daya saing perdagangan serta biaya logistik nasional,” ujar Subagiyo.

Subagiyo mengungkapkan, hingga saat ini, Indonesia setidaknya memiliki 636 pelabuhan untuk melayani angkutan laut. Terdiri dari, 28 pelabuhan utama, 164 pelabuhan pengumpul, 166 pelabuhan pengumpan regional, 278 pelabuhan pengumpan lokal.

Subagyo mengatakan dibutuhkan investasi untuk mengembangkan pelabuhan di seluruh Indonesia hingga 2030 adalah US$47,064 milyar. Hal ini, didasarkan atas perhitungan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) dari Sumatera hingga Papua.

Sumatera membutuhkan investasi sebesar US$12,9 miliar, Jawa butuh US$15,3 miliar, Bali dan Nusa Tenggara US$2,4 miliar, Kalimantan US$4,6 miliar, Sulawesi US$3,9 miliar, dan Papua US$7,9 miliar.

Kebutuhan investasi tersebut dibagi dalam dua skenario. Sebanyak 31,7% investasi menggunakan anggaran pemerintah dan sisanya 68,3% lagi dari badan usaha atau sektor swasta.

“Kebutuhan investasi pengembangan pelabuhan untuk periode 2021-2030 sendiri mencapai USD22,464 milyar, 28% dari pemerintah dan sisanya 72% dari badan usaha,” jelasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here