JAKARTA, NMN – Penataan kabel dan pipa bawah laut sangat penting untuk menjaga stabilitas nasional di bidang minyak dan gas bumi, sehingga perlu diatur terkait koridor dan peletakan dari pipa itu sendiri sebagai langkah pengamanan dan penataan pipa di bawah laut.
Hal ini sejalan sejalan dengan dibentuknya Tim Nasional Penataan Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut, sehingga di perlukan sinergitas antara kementerian dan lembaga serta stakeholder terkait.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Capt. Weku Frederik Karuntu saat membuka Workshop Peran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dalam Pengamanan Dan Penataan Pipa Bawah Laut, di Jakarta, Jumat (17/6).
Menurutnya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian pada Pasal 127, bahwa pekerjaan bawah air mengamanatkan kegiatan pemasangan kabel bawah laut, pipa bawah laut, bangunan dan/atau instalasi bawah laut menjadi tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kegiatan Pekerjaan Bawah Laut telah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 40 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 129 Tahun 2016 tentang Alur Pelayaran di Laut dan Bangunan dan/atau Instalasi di Perairan.
Dalam pelaksanaan pengawasannya, Ditjen Perhubungan Laut mengajak stakeholder untuk bekerjasama dalam mengamankan pipa penyalur bawah laut ini agar aman terutama dari masyarakat pelayaran sehingga terhindar dari garukan jangkar ataupun kapal-kapal untuk tidak membuang jangkar.
Selanjutnya setelah penggelaran dilaksanakan sangat diperlukan penggambaran pada peta laut Indonesia sehingga dengan tergambarnya di Peta Laut Indonesia utuk memudahkan kapal-kapal yang berlayar menghindari area tersebut, sehingga akan meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran dalam bernavigasi. Hal ini juga telah diamanatkan pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 7 Tahun 2019 tentang pemasangan dan pengaktifan sistem identifikasi otomatis bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.
Oleh karena itu, menurut Capt Weku pengawasan yang dilaksanakan oleh para Unit Pelaksana Teknis di lapangan diperlukan kerja sama dari pemilik pipa/stakeholder untuk saling berkerjasama. Para pemilik kabel diharapkan menginformasikan ke VTS setempat lokasi pipa sehingga VTS dapat menginformasikan kemasyarakat pelayaran untuk menghindari area tersebut, dan mengirimkan as laid drawing kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut setelah selesai kegiatan untuk menginformasikan kondisi kabel dimaksud dan nantinya Pushidrosal akan melakukan pemetaan terhadap kabel tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Capt. Weku juga mengatakan Kerusakan pipa bawah laut dapat diakibatkan karena pada saat dilaksanakan penggelaran tidak memperhatikan ketentuan yang sudah diamanatkan dalam undang-undang dari sisi penempatan, pemendaman dan penandaan atau bisa juga terjadi akibat kesalahan pada penggunaan peralatan, kerusakan akibat jangkar kapal sehingga kabel bawah laut juga membutuhkan perlindungan.
Selain itu, peningkatan trafik kapal yang semakin tinggi juga menjadi kendala apabila terjadi garukan jangkar.
“Kendala-kendala di atas, menuntut adanya penataan dan senergi antara Kementerian dan Kelembagaan sehingga melalui kegiatan workshop ini diharapkan dapat mencari solusi maupun masukan terhadap pengamanan instalasi Pipa Bawah Laut di wilayah perairan Indonesia” kata Capt. Weku.