Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal atau yang lebih dikenal dengan nama Satgas 115 melakukan sidak di Pelabuhan Benoa, Bali. Hasil sidak tersebut berhasil mengungkap sejumlah praktik kecurangan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, yang juga menjabat Komandan Satgas 115, mengatakan bahwa praktik kecurangan yang terjadi telah mengakibatkan berkurangnya jumlah kapal eks-asing yang tertahan di Pelabuhan Benoa.
Berdasarkan catatan hasil Analisis dan Evaluasi Kapal Perikanan yang Pembangunannya dilakukan di Luar Negeri (Anev Kapal Eks-Asing) pada 3 November 2014 lalu, tercatat 152 kapal eks-asing yang dimiliki oleh 62 pemilik kapal yang beroperasi di pelabuhan tersebut.
Padahal, selama moratorium, kapal-kapal eks-asing tersebut dilarang melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan, sehingga harus tertahan di pelabuhan Benoa. Namun ternyata, pada Desember 2015, dari 152 kapal eks-asing, yang masih berada di Benoa hanya tinggal 119 kapal.
“Akibat lemahnya pengawasan, selama satu tahun moratorium, terdapat 33 kapal eks-asing telah keluar dari Pelabuhan Benoa, mereka melaut,” kata Susi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (4/8).
Menurut Susi, hal itu terjadi karena adanya berbagai kecurangan. Antara lain, praktik pergantian nama dan kebangsaan kapal secara ilegal, praktik penyalahgunaan dokumen kapal, praktik pergantian nama dan bendera kapal, serta penyalahgunaan izin daerah.
Selain itu, Satgas 115 menemukan sejumlah fakta terkait praktik penyalahgunaan dokumen kapal, yakni kapal berbahan fiber eks-asing menggunakan dokumen kapal Indonesia untuk menangkap ikan.
“Kapal yang sebelumnya berbahan fiber, masuk ke dock dan kemudian dilapisi kayu. Sehingga dalam pendaftaran kapal baru, kapal tersebut terdaftar sebagai kapal kayu buatan galangan kapal dalam negeri,” pungkasnya.
Penulis: Ismadi Amrin